Bagaimana Cara Rumah Sakit Terhubung ke Platform SATUSEHAT Melalui SIMRS

Sejak diluncurkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, platform SATUSEHAT menjadi tulang punggung dalam digitalisasi layanan kesehatan di Tanah Air. Platform ini dirancang untuk mengintegrasikan data kesehatan masyarakat secara nasional. Tujuannya sederhana, namun berdampak besar: menciptakan sistem layanan kesehatan yang terpadu, efisien, dan berkelanjutan.

Namun di balik konsep yang tampak sederhana ini, terdapat proses teknis yang kompleks. Salah satu pertanyaan yang sering muncul dari fasilitas pelayanan kesehatan, khususnya rumah sakit, adalah: bagaimana sebenarnya cara menghubungkan sistem rumah sakit dengan SATUSEHAT? Apakah rumah sakit harus mengganti sistem yang selama ini digunakan?

Desain ilustrasi oleh https://instagram.com/scribly__co

Jawabannya, tidak selalu.

Sebelum membahas proses integrasi, penting untuk memahami apa itu SIMRS. Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) adalah perangkat lunak yang digunakan untuk mencatat dan mengelola seluruh aktivitas pelayanan pasien dalam suatu rumah sakit — mulai dari pendaftaran pasien, pelayanan medis, laboratorium, farmasi, hingga pembayaran.

Setiap rumah sakit di Indonesia bisa menggunakan SIMRS yang berbeda. Ada yang dikembangkan sendiri oleh tim internal IT rumah sakit, ada pula yang membeli dari vendor pihak ketiga. Perbedaan ini menjadikan tantangan tersendiri dalam proses integrasi data, karena masing-masing sistem memiliki struktur, fitur, dan bahasa pemrograman yang berbeda.

Bagaimana agar data dari berbagai SIMRS ini bisa “berbicara” dalam satu bahasa yang sama dan dimengerti oleh sistem pusat milik Kementerian Kesehatan?

Bridging: Menyatukan Perbedaan Lewat Teknologi

Di sinilah peran bridging menjadi sangat penting. Bridging dalam konteks ini adalah proses membangun “jembatan digital” antara SIMRS yang digunakan rumah sakit dan platform SATUSEHAT. Proses ini memungkinkan data yang awalnya tersimpan dalam format lokal rumah sakit, dikonversi agar sesuai dengan standar nasional yang ditetapkan SATUSEHAT.

Dengan adanya proses ini, rumah sakit tidak perlu mengganti sistemnya secara total. Yang dibutuhkan adalah menyesuaikan sistem yang sudah ada agar dapat mengirim dan menerima data sesuai format dan protokol yang ditentukan. Data yang telah di-bridge akan dikirim ke SATUSEHAT dalam bentuk yang seragam, sehingga bisa dibaca dan dimanfaatkan oleh seluruh fasilitas kesehatan di Indonesia.

SATUSEHAT tidak mengembangkan standar sendiri secara tertutup. Justru, Kementerian Kesehatan mengadopsi standar internasional yang telah teruji dan banyak digunakan di berbagai negara. Tujuannya adalah menjamin interoperabilitas — kemampuan berbagai sistem yang berbeda untuk saling berbicara dan bertukar data secara konsisten.

Salah satu standar utama yang digunakan adalah FHIR (Fast Healthcare Interoperability Resources). FHIR merupakan protokol yang memungkinkan sistem kesehatan mengirim dan menerima data klinis dalam format yang bisa dipahami bersama. Dengan FHIR, data rekam medis dari SIMRS bisa dikemas ulang dalam bentuk yang dapat dimengerti oleh SATUSEHAT.

Selain itu, digunakan juga standar HL7 (Health Level Seven), sebuah protokol komunikasi antar sistem informasi kesehatan yang sudah lama menjadi acuan global. HL7 memungkinkan pertukaran data antar sistem, mulai dari data administrasi hingga catatan medis.

Untuk memastikan konsistensi dalam penamaan dan pengkodean, SATUSEHAT juga menggunakan SNOMED CT dan LOINC. SNOMED CT adalah sistem klasifikasi untuk diagnosa dan tindakan medis, sementara LOINC digunakan untuk memberi kode pada hasil laboratorium. Dengan ini, istilah “demam berdarah” misalnya, akan disimpan dengan kode tertentu yang seragam di seluruh Indonesia — tidak tergantung bagaimana rumah sakit menuliskannya.

Mengapa Integrasi Ini Penting?

Implementasi bridging SIMRS ke SATUSEHAT bukan sekadar kewajiban administratif. Ia membawa sejumlah manfaat strategis, baik bagi pasien, tenaga kesehatan, maupun pembuat kebijakan.

Bagi pasien, ini berarti riwayat kesehatan mereka tercatat secara rapi dan terpusat. Jika seorang pasien berpindah rumah sakit atau menjalani perawatan lanjutan di fasilitas lain, riwayat medis tidak perlu diceritakan ulang. Tenaga medis bisa langsung melihat data sebelumnya — dari hasil laboratorium, diagnosa, hingga obat yang pernah diberikan — dalam satu tampilan terpadu.

Dari sisi efisiensi, rumah sakit tidak perlu lagi melakukan penginputan data berulang kali ke sistem yang berbeda. Proses kerja menjadi lebih cepat dan akurat. Data juga bisa langsung digunakan untuk analisis tanpa perlu proses konversi manual yang rentan kesalahan.

Bagi pemerintah, integrasi ini memungkinkan pengambilan keputusan berbasis data (data-driven policy). Dengan akses ke data kesehatan masyarakat secara real-time, pemerintah dapat merespons lebih cepat terhadap potensi wabah, tren penyakit, atau kebutuhan distribusi obat dan alat kesehatan.

Transformasi digital dalam sistem kesehatan memang bukan proses instan. Namun langkah-langkah seperti integrasi SIMRS ke SATUSEHAT menunjukkan arah yang jelas: Indonesia tengah membangun ekosistem layanan kesehatan berbasis data yang aman, terstruktur, dan dapat diakses lintas fasilitas.

Kedepanya sistem seperti ini akan menjadi fondasi penting dalam pengembangan layanan berbasis kecerdasan buatan, telemedisin, serta sistem peringatan dini untuk kondisi kesehatan masyarakat.

Dan semua itu dimulai dari satu langkah sederhana namun krusial: menjembatani sistem informasi rumah sakit yang ada, agar bisa berbicara dalam bahasa yang sama — demi kesehatan kita bersama.

Solusi sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMRS) dan klinik yang sudah terhubung langsung dengan SATUSEHAT, yaitu Medikaplus.

Untuk informasi teknis, pembaruan kebijakan, dan panduan implementasi, Anda dapat selalu merujuk ke laman resmi https://satusehat.kemkes.go.id.



Baca juga artikel terkait SATUSEHAT lainnya hanya di blog ini, dan dapatkan insight mendalam seputar transformasi teknologi kesehatan nasional.

Artikel Terkait